Rabu, 28 Mei 2025 – Subang, Jawa Barat | Aksi protes dari suporter sepak bola mengganggu acara Nganjang Ka Rakyat yang dipimpin langsung oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, di Desa Sukamandijaya, Kecamatan Ciasem, Kabupaten Subang, pada Rabu malam (28/5/2025). Massa suporter Persikas Subang melakukan unjuk rasa spontan dengan membentangkan spanduk dan berteriak menolak rencana penjualan klub kebanggaan warga Subang tersebut.
Namun, aksi tersebut justru memicu kemarahan Dedi Mulyadi. Ia secara tegas menegur para pemuda yang dinilainya tidak menghormati forum dialog antara pemerintah dan masyarakat. Dalam suasana emosional, Dedi bahkan menyebut massa suporter sebagai “anak muda enggak punya otak”.
Pada awalnya, acara Nganjang Ka Rakyat berlangsung lancar. Kegiatan ini merupakan agenda rutin Dedi Mulyadi untuk bertemu langsung dengan masyarakat guna mendengarkan aspirasi mereka. Hadir dalam kesempatan itu Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Bupati Subang, serta Wakil Bupati Subang.
Namun, ketika Dedi tengah memberikan sambutan, tiba-tiba sejumlah pemuda membentangkan spanduk besar bertuliskan “Selamatkan Persikas” di depan panggung utama. Selain itu, terdapat juga kelompok yang berteriak-teriak menolak penjualan klub sepak bola Persikas Subang.
Kondisi sempat tegang saat suara teriakan massa mengganggu alur acara. Sebagian peserta acara tampak kaget dan bingung dengan situasi yang terjadi. Beberapa petugas keamanan mencoba menenangkan massa namun tidak berhasil menghentikan aksi tersebut.
Melihat gangguan yang terus berlanjut, Dedi Mulyadi akhirnya naik pitam. Ia langsung berdiri dari tempat duduknya dan berbicara dengan nada tinggi, menunjuk ke arah massa pendukung Persikas.
“Hei, ini forum saya, bukan forum Persikas. Ini forum saya dengan rakyat, bukan dengan Persikas. Anak muda enggak punya otak kamu!” ucap Dedi dengan nada keras.
Kata-kata Dedi membuat suasana semakin panas. Namun, beberapa saat setelah amarahnya meledak, acara sempat terhenti sejenak. Ia memerintahkan agar para pemuda pembentang spanduk dicari dan spanduknya segera diambil.
Tidak hanya itu, Dedi juga menegaskan bahwa Persikas bukanlah prioritas bagi masyarakat Subang. Menurutnya, masyarakat lebih membutuhkan infrastruktur dasar seperti jalan dan sekolah yang layak daripada urusan sepak bola.
“Dijual atau pun tetap di Subang, itu tidak akan memengaruhi kehidupan orang Subang. Orang Subang bukan butuh Persikas untuk hari ini. Orang Subang butuh jalan yang baik, butuh sekolah yang baik,” tegas Dedi.
Dedi juga menyinggung soal biaya operasional klub sepak bola profesional yang sangat besar. Menurutnya, Pemerintah Daerah Kabupaten Subang tidak memiliki anggaran cukup untuk mendukung tim sepak bola hingga bisa bersaing di Liga 1 atau Liga 2.
“Tidak bisa Pemda Subang untuk mengurus main bola, duitnya enggak cukup,” tandasnya.
Ia menambahkan bahwa jika memang ingin tetap eksis, maka harus ada investor atau sponsor yang siap menanggung biaya operasional klub. Tanpa itu, lanjut Dedi, mustahil bagi sebuah daerah kecil seperti Subang untuk mempertahankan klub sepak bola di level kompetitif nasional.
Dari informasi yang dihimpun, aksi pembentangan spanduk oleh sekelompok suporter yang mengatasnamakan diri sebagai “Persikas Fans Menyapa KDM” diduga telah direncanakan sebelumnya. Tujuan mereka adalah menyampaikan aspirasi langsung kepada Gubernur Jawa Barat agar ikut campur tangan dalam upaya menyelamatkan Persikas dari rencana penjualan.
Mereka berharap agar Dedi dapat membantu mencegah kepemilikan klub beralih ke pihak luar yang tidak memiliki hubungan historis dengan Subang. Namun, respons tegas dari Dedi justru membuat mereka kecewa.
“Kami ingin menyampaikan aspirasi secara damai, tapi responnya seperti itu. Kami merasa tidak dihargai,” kata salah satu anggota kelompok suporter yang tidak mau disebutkan namanya.
Hingga berita ini diturunkan, manajemen Persikas Subang belum memberikan pernyataan resmi terkait rencana penjualan klub yang menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Informasi tentang proses penjualan, termasuk calon pembeli dan nilai transaksi, masih belum jelas.
Namun, sejumlah sumber menyebut bahwa rencana penjualan dilakukan karena tekanan finansial yang dialami manajemen selama beberapa musim terakhir. Padahal, Persikas merupakan salah satu klub legendaris di Jawa Barat yang pernah berjaya di era Liga Indonesia tahun 90-an.
Kejadian ini langsung menjadi viral di media sosial. Netizen membagi dua kubu. Sebagian mendukung Dedi Mulyadi atas sikap tegasnya yang dianggap menjaga fokus acara dengan rakyat. Sementara sebagian lain membela suporter yang dianggap hanya ingin menyampaikan aspirasi secara lisan maupun tulisan.
Seorang tokoh muda Subang, Andri Setiawan, menilai bahwa meskipun cara penyampaian aspirasi kurang tepat, pemerintah sebaiknya tetap membuka ruang dialog dengan suporter.
“Kalau mereka ingin bicara soal Persikas, ya kita ajak bicara. Tapi pastikan caranya sesuai aturan dan tidak mengganggu forum yang sudah direncanakan,” katanya.
Insiden ini menjadi catatan penting tentang bagaimana aspirasi masyarakat bisa tersampaikan tanpa mengganggu forum yang sudah direncanakan. Di satu sisi, suporter ingin menyelamatkan identitas olahraga daerah mereka. Di sisi lain, pemerintah berusaha fokus pada isu-isu prioritas seperti infrastruktur dan pendidikan.
Bagaimana kelanjutan nasib Persikas Subang? Apakah Dedi Mulyadi akan turun tangan lebih lanjut atau tetap pada pendiriannya bahwa sepak bola bukan prioritas daerah? Jawaban itu mungkin baru akan terlihat dalam waktu dekat. (*)