Bogor – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyebut banyak siswa mengalami trauma usai terjadinya kasus keracunan makanan bergizi gratis (MBG). Meski tak ada laporan korban jiwa, dampak psikologis disebut Dedi cukup serius.
“Walaupun tidak ada (laporan kasus) meninggal, anak-anak yang seharusnya mendapat asupan gizi justru keracunan. Itu menimbulkan trauma, bisa membuat mereka enggan makan makanan yang disajikan setiap hari,” kata Dedi di Bale Pakuan, Kota Bogor, Rabu (24/9/2025).
Dedi mengatakan, pihaknya akan melakukan evaluasi penuh terhadap program MBG di Jawa Barat. Khususnya pada dua aspek penting: kualitas makanan yang disajikan dan kemampuan pelaksana kegiatan dalam hal ini Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
“Pertama, penyelenggara kegiatannya mampu atau tidak. Yang kedua, makanan yang disajikan sesuai dengan harga atau tidak. Kedua hal itu yang akan jadi objek penyelidikan saya,” ucapnya.
Dedi menjadwalkan pertemuan dengan para pengelola SPPG di seluruh wilayah Jabar pekan ini. Ia ingin memastikan seluruh proses pelayanan makanan sudah sesuai standar. Bila terbukti ada pelanggaran atau ketidaksesuaian, Pemprov akan mengambil langkah tegas.
“Kalau ternyata tidak mampu dan angka keracunan tetap tinggi, tentu harus ada evaluasi. Vendor pelaksana yang tidak sesuai dengan harapan harus diganti,” tegas Dedi.
Ia juga menyebut penyebab lain keracunan adalah ketimpangan antara jumlah penerima MBG dan kapasitas layanan, termasuk jarak distribusi serta waktu antara proses memasak dan penyajian.
“Misalnya masaknya jam 01.00 WIB, tapi disajikan jam 12.00 WIB. Jarak waktunya terlalu lama, itu perlu dievaluasi. Kalau penyelenggara tidak mampu, ya harus diganti dengan yang lebih mampu,” katanya.
Kasus keracunan MBG kini jadi sorotan publik nasional. Berdasarkan data terbaru, tercatat 5.626 kasus keracunan terjadi di 16 provinsi. Jawa Barat menjadi yang paling terdampak dengan 2.051 kasus sejauh ini.