Jakarta | Sebuah peristiwa memalukan dan sarat kekerasan mencoreng dunia pembiayaan Indonesia. Kamis dini hari, 17 Juli 2025, pukul 00:15 WIB, terjadi dugaan perampasan brutal terhadap satu unit truk bernopol W 8054 UL di ruas Tol Jagorawi, dengan dalih penarikan kendaraan. Ironisnya, korban Nicolaus Advent Widiyanto, sopir truk malang itu, justru ditinggalkan sendirian dalam kondisi sakit dan ketakutan di tengah gelapnya jalur tol.
Pelaku bukan sekadar penjahat jalanan, melainkan orang-orang yang diduga merupakan debt collector dari perusahaan pembiayaan PT. BOT Finance Indonesia. Lembaga yang seharusnya menaungi kepatuhan hukum dan regulasi justru diduga melakukan praktik-praktik koboi, melanggar konstitusi, dan mencederai kemanusiaan.
Truk dirampas, nyawa dipertaruhkan, dan keadilan diinjak-injak.
Tidak hanya melabrak rasa keadilan, tindakan ini juga mencederai ketentuan hukum yang jelas. Dalam aturan POJK Nomor 35/POJK.05/2018, khususnya Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 48 ayat (1) serta (2), penarikan kendaraan oleh perusahaan pembiayaan hanya bisa dilakukan dengan adanya sertifikat fidusia dan harus melalui putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Bukan eksekusi liar di jalan tol dini hari.
Tak hanya itu, dalam regulasi yang sama, OJK melarang keras penarikan kendaraan antara pukul 00.00 hingga 06.00 WIB, waktu-waktu rawan kriminal dan berisiko fatal bagi keselamatan debitur.
Namun apa yang terjadi? Truk ditarik tanpa dasar hukum jelas. Sopir ditelantarkan dalam kondisi tak berdaya. Dan PT. BOT Finance Indonesia—alih-alih menunjukkan itikad baik—justru bungkam seribu bahasa.
“Ini bukan penarikan kendaraan. Ini perampokan dan pelanggaran HAM!” tegas Edy Macan, tokoh media dan aktivis anti-korupsi, yang menyatakan akan mendampingi korban hingga ke Mabes Polri.
Tak cukup dengan pendampingan hukum, Edy bahkan mengancam akan mengguncang Jawa Timur dengan aksi besar-besaran jika keadilan tetap didiamkan. “Kami siap turun ke jalan, membawa suara rakyat. Bila aparat diam, maka rakyat yang akan bicara,” tandasnya, menyalakan bara perlawanan dari akar rumput.
Nicolaus, korban yang telah bekerja sebagai sopir lintas Jawa ini, mengaku trauma dan marah. “Saya akan laporkan semuanya. Kami tidak bisa terus-menerus dibungkam oleh perusahaan yang menginjak-injak hak kami!” katanya dengan suara bergetar.
Insiden ini tak bisa dibiarkan menjadi preseden kelam dalam dunia pembiayaan nasional. Jika aparat dan OJK tidak segera mengambil tindakan, maka kepercayaan publik terhadap institusi pengawas akan runtuh.
PT. BOT Finance Indonesia harus bertanggung jawab.
Masyarakat menuntut agar seluruh pelaku penarikan liar ditangkap dan diproses secara hukum. Otoritas Jasa Keuangan juga didesak untuk mencabut izin perusahaan pembiayaan ini serta memberikan sanksi administratif dan pidana kepada pimpinan yang memberi perintah ilegal. Evaluasi menyeluruh terhadap praktik leasing dan pengawasan debt collector menjadi kebutuhan mendesak agar kejadian serupa tidak terus terulang.
“Jika aparat tak bertindak, maka kami yang akan bertindak!” seru Edy Macan.
Saat rakyat sudah bicara, hukum tak bisa lagi menutup mata.
(RED)