Jakarta — Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Said Didu mengkritik keras putusan majelis hakim terhadap Thomas Trikasih Lembong, mantan Menteri Perdagangan 2015–2016, dalam perkara dugaan korupsi impor gula. Ia menilai putusan tersebut berpotensi menjerat semua pengambil kebijakan di Indonesia dalam jeratan hukum yang tidak adil.
“Ada tiga hal penting yang saya soroti. Pertama, yang dianggap sebagai kerugian negara justru merupakan keuntungan yang diperoleh pihak swasta karena bekerja sama dengan BUMN. Kalau logika ini dipakai, maka semua kerja sama BUMN dengan swasta berpotensi dianggap merugikan negara,” ujar Said usai mengikuti sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025).
Ia mencontohkan sejumlah proyek nasional yang melibatkan BUMN dan pihak swasta, seperti proyek kereta cepat dan infrastruktur lainnya. Menurut dia, jika setiap kerja sama yang melibatkan keuntungan pihak swasta dipandang sebagai kerugian negara, maka kebijakan kerja sama akan terhambat.
“Kalau begitu, proyek seperti tol, bandara, bahkan kerja sama GoTo dengan Telkom pun bisa dianggap korupsi. Ini logika hukum yang keliru dan bisa membahayakan proses pengambilan keputusan di pemerintahan,” kata dia.
Said juga menyoroti bahwa kasus yang menjerat Tom Lembong berada di luar kewenangan jabatan yang diembannya saat itu. Menurut dia, keputusan kerja sama BUMN dengan swasta bukanlah wewenang Menteri Perdagangan.
“Itu wilayah aksi korporasi BUMN, bukan kewenangan Menteri Perdagangan. Jadi tidak tepat kalau Tom Lembong dijadikan pihak yang bertanggung jawab,” ucapnya.
Hal ketiga yang ia kritik adalah dasar penugasan yang digunakan dalam proses hukum terhadap Tom Lembong. Said menilai notulensi rapat yang digunakan sebagai bukti tidak cukup kuat secara hukum untuk menjerat seseorang ke pengadilan.
“Kalau notulensi rapat bisa dijadikan dasar vonis, maka banyak pejabat yang bisa dipidana karena dianggap tidak melaksanakan arahan yang bersifat informal,” katanya.
Said mengingatkan bahwa putusan ini dapat berdampak sistemik. Menurut dia, para menteri dan pejabat negara akan menjadi sangat berhati-hati, bahkan takut, dalam mengambil kebijakan yang melibatkan kerja sama dengan swasta.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis empat tahun enam bulan penjara dan denda Rp 750 juta subsider enam bulan kurungan kepada Thomas Lembong. Ia dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Namun di tengah kritik tajam ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak kejaksaan maupun pengadilan terkait pernyataan Said Didu.