BANDUNG — Misteri menyelimuti hilangnya Ardie Richardiansyah (35), guru mata pelajaran ekonomi di SMAN 1 Bandung. Ia dilaporkan tak kembali ke rumah sejak Kamis, 24 Juli 2025. Kepergiannya menyisakan banyak tanda tanya, terutama setelah muncul dugaan bahwa ia terlibat dalam skema investasi pengadaan barang dan jasa yang mengaitkan delapan guru dan koperasi sekolah sebagai pihak yang dirugikan dengan total dana mencapai Rp 373 juta.
Ardie terakhir terlihat di kediamannya di kawasan Dipatiukur, Kecamatan Coblong, Kota Bandung. Menurut informasi dari pihak sekolah, ia sempat datang pada Selasa malam, 22 Juli 2025, untuk mengambil paket, sebagaimana dilaporkan oleh petugas keamanan sekolah. Sejak saat itu, komunikasi terputus dan keberadaannya tak diketahui.
“Sepengetahuan saya, selama ini tidak ada masalah di sekolah. Tapi informasi yang saya dapat, ini masalah pribadi, terutama berkaitan dengan bisnis. Sebagai vendor, dia mungkin ada urusan dengan beberapa guru yang meminjamkan uang total Rp 373 juta. Delapan guru dan satu dari koperasi,” ungkap Kardiana, Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas SMAN 1 Bandung, saat dihubungi, Rabu, 30 Juli 2025.
Kardiana menyebutkan bahwa Ardie merupakan guru berstatus PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) yang dikenal aktif dan cukup dekat dengan sejumlah rekan kerja. Namun, belakangan diketahui bahwa ia terlibat dalam aktivitas usaha yang menjanjikan keuntungan dari pengadaan barang dan jasa, meskipun belum diketahui secara detail bentuk investasinya.
Masalah mencuat saat delapan guru dan satu pengurus koperasi sekolah merasa dana yang mereka pinjamkan tak kunjung kembali. Seluruh transaksi dilakukan tanpa perjanjian tertulis, hanya bermodal kepercayaan dan bukti transfer bank. Ketiadaan dokumen hukum memperumit posisi para korban secara legal, namun sejumlah guru telah bersedia memberikan keterangan kepada pihak kepolisian.
“Keluarga sudah datang, dan polisi juga datang tadi pagi untuk menggali kronologi sejak awal. Mereka ingin mengetahui kenapa masalah ini bisa terjadi,” lanjut Kardiana.
Meski pihak sekolah tak secara resmi terlibat, situasi ini menimbulkan kekhawatiran. Selain mencoreng citra lembaga pendidikan, kasus ini turut menyingkap sisi lain dari relasi sosial dan ekonomi antar-guru di lingkungan sekolah negeri, yang semestinya steril dari praktik semacam itu.
Pihak sekolah mendorong penyelesaian secara kekeluargaan, setidaknya untuk meredam eskalasi konflik di antara internal tenaga pendidik. Namun langkah ini tak serta merta menghentikan penyelidikan kepolisian yang kini tengah menelusuri keberadaan Ardie dan motif di balik aktivitas investasinya.
Di tengah ketidakpastian, suasana di SMAN 1 Bandung diliputi keresahan. Beberapa guru yang menjadi korban enggan memberikan komentar kepada media, sementara aktivitas belajar-mengajar tetap berjalan seperti biasa. Namun, bayang-bayang kerugian dan kehilangan masih menyelimuti ruang-ruang guru yang biasanya diisi dengan canda dan diskusi ringan.
Hilangnya Ardie membuka ruang lebih besar untuk evaluasi sistem internal di sekolah, terutama menyangkut keterlibatan guru dalam aktivitas di luar tugas pendidikan. Kasus ini menjadi pengingat bahwa relasi profesional dalam lembaga pendidikan tak kebal dari gesekan kepentingan ekonomi yang bisa berkembang menjadi persoalan serius, bahkan melibatkan aparat penegak hukum. (*)