Indramayu | Kasus dugaan sodomi di Indramayu ini sangat memprihatinkan, terutama karena melibatkan anak di bawah umur baik sebagai korban maupun terduga pelaku. Kejadian terjadi pada November 2024, tetapi baru dilaporkan setelah viral di media sosial, menunjukkan keterlambatan pelaporan. Polres Indramayu sedang melakukan penyidikan dengan fokus pada pengumpulan bukti dan keterangan saksi. Proses hukum dilakukan sesuai prosedur, dengan mempertimbangkan sensitivitas kasus yang melibatkan anak-anak. Hasil pemeriksaan medis mengkonfirmasi luka serius pada korban, termasuk robekan yang mengindikasikan kekerasan seksual, menjadi bukti kuat untuk mendukung penyidikan.
Keterlambatan pelaporan menyulitkan proses penyidikan, menegaskan pentingnya respons cepat dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak. Ketidaktahuan pihak desa, termasuk Kepala Desa Samsul Maarif, menunjukkan kurangnya koordinasi dan sosialisasi mekanisme pelaporan di tingkat lokal. Kasus ini menyoroti kerentanan anak terhadap kekerasan seksual dan perlunya edukasi masyarakat tentang pelaporan serta perlindungan anak. Peran media sosial dalam mengungkap kasus ini menunjukkan dampaknya dalam mendorong tindakan, tetapi juga menimbulkan risiko penyebaran informasi yang tidak terkontrol.
Polres Indramayu, melalui Kanit PPA Ipda Ragil Zaini Firdaus, menegaskan komitmen untuk mengusut kasus ini secara tuntas demi keadilan bagi korban. Penanganan kasus yang melibatkan anak sebagai pelaku dan korban memerlukan kehati-hatian untuk memastikan proses hukum yang adil dan sesuai dengan perlindungan anak. Perlu ada program edukasi di tingkat desa untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya melaporkan kasus kekerasan seksual secepat mungkin. Sistem perlindungan anak harus diperkuat, termasuk pelatihan bagi aparat desa dan masyarakat untuk mengenali tanda-tanda kekerasan seksual. Kerjasama antara pemerintah desa, kepolisian, dan lembaga perlindungan anak perlu ditingkatkan untuk memastikan penanganan kasus yang cepat dan tepat. (*)