Jakarta — Wakil Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Ratna Batara Munti, mendesak pemerintah segera mengusut tuntas kasus perkosaan terhadap seorang anak perempuan oleh 12 orang pria di Cianjur, Jawa Barat. Ia menegaskan, Komnas Perempuan akan mengawal proses hukum serta memastikan pemenuhan hak-hak korban, khususnya dalam pemulihan dan perlindungan jangka panjang.
Pernyataan tersebut disampaikan Ratna usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang membahas masukan terhadap Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), Senin (14/7/2025).
“Kami sangat prihatin atas kasus kekerasan seksual ini, terlebih karena korbannya adalah anak. Negara memiliki tanggung jawab untuk memastikan hak-hak korban terpenuhi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS),” ujar Ratna, seperti dikutip dari laman RRI.
Ia menyatakan, pihaknya ingin memastikan sejauh mana keterlibatan lembaga-lembaga terkait dalam penanganan korban, seperti Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), Dinas Sosial (Dinsos), serta Dinas Kesehatan (Dinkes).
“Apakah hak-hak korban yang diatur di dalam Undang-Undang Perlindungan Anak maupun TPKS ini sudah benar-benar ditegakkan oleh pemerintah, dalam hal ini UPTD PPA dan juga lembaga-lembaga lain seperti Dinsos terkait rumah amannya, dan Dinkes untuk pemulihan kesehatannya,” ucapnya.
Ratna juga mendorong korban atau keluarga korban untuk segera melapor ke Komnas Perempuan, agar dapat memperoleh pendampingan hukum dan psikologis yang memadai. Ia menambahkan, jika belum mendapatkan dukungan hukum maupun perlindungan, Komnas Perempuan akan melakukan penjangkauan langsung ke lapangan.
“Kami menyarankan agar korban atau pendamping hukumnya segera melaporkan kasus ini kepada Komnas Perempuan. Tetapi kalau memang belum, kami akan turun langsung untuk memantau dan melihat apakah sudah ada pendampingan terhadap korban,” jelasnya.
Dalam konteks pemulihan korban, Ratna menekankan pentingnya pendekatan yang berpusat pada korban dan pemulihan yang holistik. Ia menyoroti masih banyaknya kasus kekerasan seksual terhadap anak yang tidak ditangani secara menyeluruh, baik dari sisi hukum maupun psikososial.
Ratna juga mengingatkan bahwa kasus-kasus serupa kerap berujung pada trauma jangka panjang jika negara gagal hadir secara utuh dalam pemulihan korban. Oleh karena itu, ia menegaskan perlunya kolaborasi antara instansi pemerintah, lembaga layanan, serta masyarakat sipil untuk mengawal kasus ini dan mencegah terjadinya reviktimisasi.
“Pemenuhan hak-hak korban adalah bagian dari keadilan itu sendiri. Anak yang menjadi korban kekerasan seksual berhak mendapatkan perlindungan maksimal dari negara, tanpa syarat,” tuturnya.
Kasus kekerasan seksual terhadap anak ini menjadi perhatian nasional setelah terungkap adanya dugaan keterlibatan sejumlah pelaku yang melakukan tindakan secara berulang dan terorganisir. Komnas Perempuan berharap aparat penegak hukum dapat bertindak cepat dan transparan dalam mengungkap fakta serta memberikan hukuman setimpal kepada para pelaku. (*)