Bandung, 26 Juni 2025 – Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar) menetapkan dan menahan tiga orang pejabat utama Bank Perkreditan Rakyat Karya Remaja Indramayu (BPR-KRI) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyimpangan penyaluran kredit. Kasus ini menyeret tiga nama penting yang menjabat sebagai direktur utama dan direktur operasional dalam rentang waktu satu dekade lebih, dari tahun 2013 hingga 2021.
Ketiganya yaitu SGY, Direktur Utama BPR-KRI periode 2012-2022; MAA, Direktur Operasional periode 2012-2019; serta BS, yang menjabat sebagai Direktur Operasional periode 2020-2023. Berdasarkan hasil penyidikan Kejati Jabar, ketiganya diduga kuat melakukan penyimpangan dalam proses penyaluran kredit sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara yang sangat besar.
“Kerugian negara yang timbul dalam perkara ini mencapai Rp139.651.459.166 (seratus tiga puluh sembilan miliar enam ratus lima puluh satu juta empat ratus lima puluh sembilan ribu seratus enam puluh enam rupiah),” ungkap pernyataan resmi dari Kejati Jabar yang diterima redaksi, Kamis (26/6/2025).
Penetapan ketiga tersangka dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Nomor: Print-539/M.2/Fd.2/03/2025 tertanggal 10 Maret 2025. Adapun masing-masing tersangka ditetapkan secara resmi melalui Surat Penetapan: TAP-56/M.2/Fd.2/06/2025 atas nama SGY, TAP-59/M.2/Fd.2/06/2025 atas nama MAA, dan TAP-58/M.2/Fd.2/06/2025 atas nama BS.
Ketiganya langsung ditahan pada hari yang sama sesuai Surat Perintah Penahanan Nomor: Print-1488/M.2.5/Fd.2/06/2025, dan akan menjalani masa penahanan selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan Negara Kelas I Kota Bandung, mulai 26 Juni hingga 15 Juli 2025.
Ketiga tersangka dijerat dengan pasal-pasal berat terkait tindak pidana korupsi, yaitu Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (1), (2), (3) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana sebagai dakwaan primair, serta Pasal 3 Jo. Pasal 18 ayat (1), (2), (3) UU No. 31 Tahun 1999 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana sebagai dakwaan subsidair. Kedua pasal tersebut memuat ancaman pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun, serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Walau belum diungkap secara mendetail oleh penyidik, indikasi awal menunjukkan bahwa penyimpangan dilakukan dalam skema pemberian kredit fiktif, pencairan kredit tanpa jaminan yang memadai, serta pemberian fasilitas kredit kepada debitur tertentu tanpa proses analisis risiko yang semestinya. Tindakan ini dilakukan secara sistematis selama bertahun-tahun oleh pejabat internal bank yang seharusnya menjadi benteng pertahanan integritas keuangan.
Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menegaskan bahwa penyidikan masih berlangsung dan terbuka kemungkinan akan adanya tersangka tambahan. “Penyidikan akan terus kami dalami. Tidak menutup kemungkinan akan ada pihak lain yang akan dimintai pertanggungjawaban hukum,” tegas juru bicara Kejati Jabar.
Kasus ini menjadi sorotan publik, mengingat BPR-KRI merupakan lembaga keuangan milik pemerintah daerah yang semestinya menjadi tumpuan masyarakat kecil untuk mendapatkan layanan perbankan. Dugaan korupsi yang melibatkan pucuk pimpinan bank ini menjadi bukti lemahnya pengawasan internal dan potensi celah dalam tata kelola lembaga keuangan milik daerah. (8)