Tragis! Berebut Makanan Gratis di Pernikahan Anak Gubernur, Tiga Nyawa Melayang

BARA NEWS JABAR

- Redaksi

Minggu, 20 Juli 2025 - 07:27 WIB

50217 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

GARUT – Tak disangka, kematian di negeri ini kini hadir dengan wajah yang lebih memilukan. Kali ini bukan karena perang, bukan pula karena bencana. Tapi karena berebut makanan gratis dalam pesta rakyat. Tiga nyawa melayang dalam hajatan pernikahan mewah yang seharusnya menjadi simbol kegembiraan dan kemakmuran, justru berubah menjadi arena maut yang menyayat nurani.

Peristiwa mengenaskan ini terjadi di Pendopo Kabupaten Garut pada Jumat, 18 Juli 2025, dalam rangkaian pesta rakyat menyambut pernikahan anak Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, Maula Akbar Mulyadi Putra, dengan Wakil Bupati Garut, Luthfianisa Putri Karlina. Ribuan warga memadati area pendopo untuk mendapatkan makanan gratis yang dibagikan sebagai bentuk “syukuran”. Namun, alih-alih merasakan kegembiraan, kerumunan berubah menjadi kekacauan. Titik pembagian yang minim, sistem pengamanan yang amburadul, dan ketidaksiapan panitia menelan korban jiwa. Dua warga sipil dan satu anggota polisi tewas dalam tragedi tersebut.

Ini bukan pertama kalinya rakyat Indonesia meregang nyawa karena berebut sesuatu yang sifatnya kebutuhan pokok. Tapi kematian dalam konteks pesta pernikahan pejabat tinggi daerah adalah babak baru dari nomenklatur mengenaskan yang dicatat sejarah. Biasanya tragedi semacam ini terjadi saat pembagian sembako, daging qurban, atau saat kapal tenggelam karena kelebihan muatan. Kini, rakyat mati hanya untuk sepiring nasi di tengah hingar bingar pesta kekuasaan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Peristiwa ini bukan hanya tragedi sosial, tapi juga tamparan keras bagi seluruh pejabat publik yang selama ini memamerkan kemurahan hati dengan cara-cara kuno yang mengundang petaka. Di tengah angka kemiskinan yang terus membelit dan krisis ekonomi yang menghantui, rakyat seolah dipaksa mengantre maut demi sesuap nasi. Di mana peran protokoler? Di mana tanggung jawab kepolisian? Dan yang terpenting: di mana nurani para pemilik hajat?

Izin keramaian yang biasanya diurus melalui kepolisian menjadi formalitas belaka. Tidak ada pengawasan ketat, tidak ada simulasi darurat, tidak ada evaluasi risiko. Padahal, setiap tahun tragedi serupa terjadi. Tapi penguasa seolah abai. Apakah nyawa rakyat tak lebih penting dari pesta dan pencitraan?

Apakah benar rakyat negeri ini sudah sedemikian miskin hingga rela bertaruh nyawa demi mengganjal perut yang lapar? Apakah benar di balik setiap musik dangdut dan tenda pesta pejabat, ada rakyat yang meringkuk menahan lapar? Kematian di Garut ini bukan hanya akibat kesalahan teknis, tapi akibat dari sistem yang menormalisasi kemiskinan dan menjadikan empati sebagai panggung politik.

Pemerintah pusat maupun daerah tak bisa lepas tangan. Ini bukan sekadar kecelakaan. Ini adalah akibat langsung dari gagalnya pengelolaan keramaian, gagalnya memahami kondisi sosial, dan gagalnya menyadari bahwa kemiskinan bukan sekadar angka statistik.

Tragedi ini harus menjadi yang terakhir. Tidak boleh lagi rakyat Indonesia mati hanya karena ingin makan. Jangan lagi pesta kekuasaan disulap menjadi peristiwa duka nasional. Jika negara tak segera berbenah, jangan salahkan rakyat jika kelak kehilangan kepercayaan pada semua bentuk kemewahan yang diperlihatkan dari atas panggung. Sebab bagi mereka yang hidup dari sisa-sisa nasi bungkus, keadilan sosial bukan hanya slogan, tapi soal hidup dan mati. (*)

Berita Terkait

Gempa Susulan Guncang Sukabumi Dua Kali Dini Hari, BMKG: Magnitudo 2,5 dan 3,8
Gempa Magnitudo 4,0 Guncang Wilayah Timur Laut Sukabumi, Terasa Hingga Bogor dan sekitarnya
Polisi Ungkap Hasil Labfor Ledakan di Pamulang, Gas LPG 12 Kg Jadi Pemicu
569 Siswa di Garut Diduga Keracunan Makanan Gratis, Dominasi Pelajar SD
Truk Pengangkut Ribuan Paket Online Terbakar di Tol Cipali, Arus Lalu Lintas Jakarta-Cirebon Macet 1 Jam
Team Hukum Merah Putih Beserta AWIBB Dan FABEM Bentuk Team Advokasi Peserta Demo
Tol Megah, Warga Merana: 9 Tahun Pak Holili dan 55 Keluarga Lainnya Menunggu Janji Ganti Rugi JTTS
Gempa Magnitudo 4,9 Guncang Bekasi, 41 Rumah dan Fasilitas Umum di Karawang Rusak, 111 Jiwa Terdampak

Berita Terkait

Sabtu, 20 September 2025 - 22:56 WIB

Jaringan Narkoba Tembakau Sintetis Berbasis Instagram Dibongkar, Pabrik Ditemukan di Apartemen Cikarang

Jumat, 19 September 2025 - 02:21 WIB

Belum Dieksekusi, Kejagung Pastikan Tak Ada Unsur Politis dalam Kasus Silfester Matutina

Kamis, 18 September 2025 - 15:11 WIB

Polda Jabar Tetapkan 26 Tersangka dalam Kasus Pembakaran Kantor Pemerintah dan Fasilitas Umum

Sabtu, 23 Agustus 2025 - 14:46 WIB

Tol Megah, Warga Merana: 9 Tahun Pak Holili dan 55 Keluarga Lainnya Menunggu Janji Ganti Rugi JTTS

Sabtu, 16 Agustus 2025 - 05:43 WIB

Kasus Kematian Putri Apriyani, Kuasa Hukum Nilai Polisi Keliru Sebut Tahapan Penanganan

Sabtu, 16 Agustus 2025 - 05:38 WIB

Motif Uang Muncul di Balik Kematian Putri Apriyani, Bripda Alvian Diduga Kuasai Rp 32 Juta

Sabtu, 16 Agustus 2025 - 05:32 WIB

Bripda Alvian Sinaga Jadi DPO, Kasus Kematian Putri Apriyani Bikin Geger Indramayu

Rabu, 6 Agustus 2025 - 01:27 WIB

Bos eFishery Ditahan Bareskrim Polri atas Dugaan Penggelapan Dana

Berita Terbaru